Perjuangan Alexis Sanchez

Antara Jadi Pesepakbola Sukses atau Kuli Bangunan

LAYAKNYA pesepakbola yang datang dari kawasan Amerika Latin, Alexis Sánchez pun datang dari keluarga miskin yang punya mimpi sukses dengan sepakbola. Andai skill Alexis tak mengundang kagum pemantau bakat, mungkin dia hanya akan jadi kuli bangunan di Kota kecil Tocopilla.Kini Alexis sudah terbilang sukses besar. Ariete internasional Cile ini tak hanya bisa membangun kehidupannya sendiri, tapi juga keluarganya.
bomber Barcelona ini pun teringat dengan masa lalunya saat berkehidupan susah dan membandingkannya dengan pesepakbola Inggris.Baginya, Inggris punya pemain berkualitas, namun sudah dimanjakan sejak merintis karier di akademi sepakbola. Segalanya bak sudah tersedia, baik untuk pendidikan mental si calon bintang maupun beragam kebutuhan fisik dan nutrisi dari akademi. Semua itu tak terlepas dari campur tangan para orang tua mereka yang bergelimang harta atau bahkan “layanan gratis” dari akademi itu sendiri bagi yang kurang mampu.Alexis pribadi, diharuskan lebih dulu jadi tukang cuci mobil hanya untuk membeli sepasang sepatu sepakbola. Orang tuanya pun hidup susah, tak ada orang tua asuh yang bisa “mengantarkannya” ke jalur pintas atau bahkan tak ada akademi yang memberikannya fasilitas yang memudahkan.“Saya dulu harus bekerja jadi pencuci mobil hanya menghasilkan sedikit uang, tapi saya kumpulkan demi membeli sepatu sepakbola.

 Ketika Anda berada di akademi seperti Manchester United dan Arsenal, maka segalanya diberikan begitu saja kepada Anda,” tutur Alexis.“Dengan negara seperti Inggris, Anda tak harus jadi pesepakbola profesional, masih banyak kesempatan di tempat lain dan Anda akan punya kehidupan yang baik,” lanjutnya, sebagaimana disadur Express.co.uk, Rabu (13/11/2013).Menanjak puncak kariernya bersama Udinese, Alexis lebih dulu meniti karier di usia belia bersama Club Deportes Cobreola di Utara Cile, setelah sempat hanya menimang-nimang bola di jalanan beraspal Tocopilla, kampung halamannya.“Keluarga saya sangat miskin dan sepakbola buat saya, adalah tentang bertahan hidup. Saya bilang pada Ibu saya sejak kecil, ‘Jangan cemas, saya akan jadi pesepakbola dan mengeluarkan kita dari situasi (miskin) ini’. Jika saya gagal, saya akan bekerja 15 jam per-hari jadi buruh konstruksi dan tetap tak bisa hidup layak,” tambah Alexis.Kerja keras dan ketekunannya melahap ilmu di akademi kecil Cobreola, Alexis bak mulai melihat setitik sinar terang di ujung lorong kehidupan miskinnya. Tak sampai setahun, Alexis masuk skuad utama Cobreola dengan mengemas 47 penampilan serta selusin gol.Penampilannya selama semusim itu, menyedot perhatian pemandu bakat yang datang jauh-jauh dari seberang benua, Italia. Singkat cerita, Udinese pun mendatangkannya walau tak langsung diberi jersey hitam-putih, melainkan lebih dulu dipinjamkan ke Colo-Colo dan River Plate.Tak patah arang, pemain berusia 24 tahun ini mengantarkan bukti hingga Il Zebrette menaruh kepercayaan padanya. Total, 21 gol dalam 95 pertandingan sukses dibukukan semasa membela Udinese.

Si pencuci mobil dari Tocopilla belakangan punya banderol 26 juta euro plus bonus 11 juta ketika Barcelona meminangnya 2011 silam.“Sepakbola menyelamatkan (kehidupan keluarga) saya dan saya pikir, tak ada pemain Inggris yang bisa bilang hal demikian. Tak ada aturan dalam sepakbola jalanan, tak ada pelatih untuk melindungi Anda,” imbuhnya lagi.“Karena saya berkembang pesat, saya biasa bermain dengan anak-anak yang lebih besar dan mereka sering menendangi saya di sepanjang jalan. Tapi saya belajar jadi pribadi yang tangguh dan Anda hanya bisa belajar seperti itu jika Anda tumbuh di lingkungan yang sama seperti saya,” tuntas Alexis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Pidato Singkat Ketua OSIS Acara Maulid Nabi Muhammad SAW

prosedur teks cara membuat kolak pisang